Film Sukma: Teror Gaib dan Obsesi Kecantikan

Selasa, 09 September 2025 | 16:24:10 WIB
Film Sukma: Teror Gaib dan Obsesi Kecantikan

JAKARTA - Baim Wong kembali menyapa penikmat film horor Indonesia dengan karya terbarunya, Sukma, yang tidak hanya menekankan ketegangan supranatural tetapi juga menyoroti isu sosial yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Setelah keberhasilan Lembayung pada 2024, Baim mencoba menghadirkan horor yang lebih reflektif, menggabungkan misteri gaib dengan obsesi manusia terhadap kecantikan dan keabadian.

Film ini mengikuti perjalanan Arini, diperankan oleh Luna Maya, seorang ibu yang bersama keluarganya pindah ke sebuah kota kecil untuk memulai babak baru kehidupan. Harapan akan ketenangan segera sirna ketika mereka menemukan sebuah cermin kuno di gudang rumah. Cermin ini bukan sekadar benda mati; ia menjadi pintu bagi teror yang mengancam keluarga Arini. Bayangan-bayangan aneh, hingga sosok perempuan tua misterius, perlahan-lahan menciptakan ketegangan yang membaur dengan dinamika kehidupan mereka.

Hadirnya sosok Bu Sri, diperankan Christine Hakim, menambah lapisan misteri. Bu Sri bukan sekadar penjaga rumah, melainkan pemegang rahasia kelam terkait cermin dan ritual ngalih raga untuk mendapatkan kembali masa muda. Kehadirannya menghadirkan ketegangan yang bersifat psikologis, menekankan bahwa horor tidak selalu muncul dari penampakan hantu secara instan.

Melalui simbol cermin, Sukma memotret obsesi manusia terhadap kecantikan dan keabadian. “Pendekatan kecantikan harus muda, sedangkan yang berumur sudah tidak dianggap cantik. Jadi kita terperangkap di stigma pikiran itu, padahal enggak ada yang salah karena kita memang akan menua, dan memang enggak ada yang abadi,” ujar Luna Maya. Film ini mengajak penonton merenung, bahwa tekanan psikologis dari obsesi kesempurnaan bisa sama menyeramkannya dengan makhluk gaib.

Selain Luna Maya dan Christine Hakim, Sukma menampilkan sederet aktor papan atas, termasuk Fedi Nuril yang untuk pertama kali menjajal genre horor, Oka Antara, Kimberly Ryder, Anna Jobling, Asri Welas, dan Giovanni Tobing. Kehadiran Christine Hakim, dengan pengalamannya yang luas, memberikan bobot tambahan pada film. Karakter yang dibawakannya menghadirkan keseimbangan antara aura keibuan dan misteri yang menegangkan.

Dari sisi produksi, Sukma ditulis bersama Ratih Kumala, penulis yang sebelumnya menorehkan karya pada Gadis Kretek. Kolaborasi ini memastikan unsur drama keluarga dan konflik emosional terpadu dengan atmosfer horor. Ketegangan tidak hanya diciptakan melalui jumpscare instan, tetapi juga melalui pembangunan suasana yang perlahan namun konsisten, membuat penonton merasakan tekanan psikologis karakter secara nyata.

Film ini menekankan bahwa horor dapat muncul dari berbagai bentuk: hantu, misteri, atau bahkan obsesi manusia terhadap kesempurnaan. Arini dan keluarganya harus menghadapi dilema moral sekaligus rasa takut yang timbul dari ambisi Bu Sri dan pengaruh cermin kuno. Dalam prosesnya, film mengajarkan bahwa obsesi terhadap kecantikan dan keabadian bisa menjerumuskan manusia pada keputusan yang tidak etis dan menimbulkan ketegangan psikologis.

Sukma juga menonjol karena mampu memadukan isu sosial dengan horor tradisional. Dalam konteks ini, teror yang dialami karakter tidak hanya menakutkan secara fisik, tetapi juga memaksa penonton merenung tentang kehidupan nyata. Film menyoroti bahwa obsesi pada kesempurnaan dan penolakan terhadap proses alami penuaan dapat menciptakan tekanan sosial yang nyata, yang kadang lebih menakutkan daripada sosok hantu sekalipun.

Secara keseluruhan, Sukma adalah kombinasi antara horor mencekam, drama emosional, dan komentar sosial yang relevan. Film ini menawarkan pengalaman menonton yang menantang keberanian sekaligus mengajak penonton introspeksi diri. Apakah manusia sanggup mempertahankan moralitas saat terperangkap dalam obsesi terhadap kecantikan dan keabadian? Lewat kisah Arini, Bu Sri, dan keluarga mereka, pertanyaan ini menjadi inti pengalaman horor yang lebih kompleks daripada sekadar ketakutan sesaat.

Dengan pendekatan yang unik, pemain berpengalaman, dan penekanan pada isu sosial, Sukma menjanjikan horor yang tidak hanya menggetarkan, tetapi juga meninggalkan kesan filosofis yang mendalam. Film ini menunjukkan bahwa horor sejati bisa lahir dari ketakutan manusia terhadap dirinya sendiri, ambisi, dan tekanan sosial yang terus membayangi kehidupan sehari-hari.

Terkini

Film Sukma: Teror Gaib dan Obsesi Kecantikan

Selasa, 09 September 2025 | 16:24:10 WIB

BYD M6: MPV Listrik Modern dengan Kabin Luas dan Fitur Canggih

Selasa, 09 September 2025 | 16:24:09 WIB

Daihatsu Ayla Tipe M: Harga Terjangkau dan Spesifikasi Lengkap

Selasa, 09 September 2025 | 16:24:07 WIB

New Honda ADV160 RoadSync, Skutik Petualang Fitur Canggih

Selasa, 09 September 2025 | 16:24:03 WIB